ꦩꦼꦩꦪꦸꦲꦪꦸꦤꦶꦁꦧꦮꦤ
Blog
- 
        
            
                
            
        
        Kamar Kos(ong)
        
        
        
        Hai... Bagaimana kabarmu? Aku harap kamu baik. Dari mana aku harus memulai? Oh, iya... Aku dan kamu, kita bahkan tak pernah bertemu. Apalagi saling kenal. Kamu dikenalkan denganku oleh orang lain, juga sebaliknya. Tapi kenapa aku mengharapkanmu? Apa mungkin hati ini hanya menginginkan cinta? Sudah lama terasa seperti ruangan kosong. Nyaris tak tersentuh, terisi hanya untuk disinggahi. Seseorang mengenalkanku tentangmu. Katanya, kamu dan aku sama-sama sedang mencari. Dan sejak itu, ruangan kosong itu mulai terisi. Memang belum ada orang disana. Tapi sedikit demi sedikit terisi perabotan. Berharap seseorang datang dan menetap di sana. Memberikan hangat setelah sekian lama lembab dan dingin. Meskipun aku sadar, kamu mungkin hanya singgah dan memberi kenangan baru. Tapi tidak ada salahnya menyapa bunga yang bermekaran selagi melewati jalan setapak ini. Aku hanya berharap bunga yang kurangkai untukmu tidak kamu kembalikan dengan maaf. Kalaupun kamu tidak suka, aku harap kamu menyimpannya. Meskipun akhirnya layu termakan waktu. Untuk kamu yang disana. 
- 
        
            
                
            
        
        Masih Empat Tahun Lagi
        
        
        
        Hai, apa kabar? Bagaimana keadaan di daerahmu? Belakangan ini sedang banyak gegeran yang berhubungan dengan aksi demo beberapa hari ini. Banyak sekali yang ingin aku katakan. Tapi akan aku buat tulisan ini tetap ringan.. Permasalahannya sudah jelas saat rakyat menderita dengan kebijakan aneh-aneh, tikus-tikus malah joget-joget merayakan kenaikan tunjangan. Belum lagi, kemampuan komunikasi mereka yang sangat mengecewakan. Bunyi palang pintu rel kereta api lebih jelas dan mudah dipahami daripada omongan mereka. Jelas rakyat marah. Hingga puncaknya ketika saudara Affan Kurniawan meninggal dunia karena dilindas rantis brimob. Semuanya pecah. Kemudian dengan cara kotor orang berseragam mengkambinghitamkan masa aksi yang asalnya berjalan dengan aman dan damai. Semuanya semakin gila. Dengan keadaan seperti itu, pemerintah justru semakin tidak berpihak kepada rakyat. Semakin semena-mena. Mereka para aparat yang terluka karena ulah mereka sendiri malah dihadiahkan kenaikan pangkat. Lucu sekali. Bayangkan apa yang akan dilakukan manusia lulusan SMA sederajat demi balik modal dari hasil jual tanah dan sawah yang dipakai untuk membeli karir mereka, belum lagi luapan ego yang mereka punya untuk memberi makan seragam yang mereka pakai. Lagi, Pasukan militer dan polisi dari banyak daerah mulai dikirimkan ke Jakarta. Seolah-olah negara ini sedang dalam keadaan genting. Padahal mereka sendiri pelakunya. Siapa yang membakar fasilitas umum yang masa aksi pakai untuk pergi-pulang? Siapa yang gelap mata menyerang petugas medis dan jurnalis? Kita semua tau jawabannya. Belum lagi, para buzzer yang dibayar untuk memecah belah rakyatnya sendiri. Jadi sebenarnya apa tujuan semua ini? Apa semua ini hanya permainan para pejabat demi melanggengkan kekuasaan mereka? (sepertinya iya). Seperti di film The Hunger Games saja negara ini. Rakyat diadu sesama rakyat, sedangkan aparat dan pejabat hidup bermewah-mewah dari sumber daya yang rakyat kelola. (aku berharap yang terjadi di film itu benar-benar terjadi jika negara ini terus seperti ini). ‹|||› 
- 
        
            
                
            
        
        Seperempat Abad
        
        
        
        Hai, apa kabar? Hari ini aku bertambah tua. Selalu terlintas di kepalaku dalam beberapa hari terakhir bahwa aku takut. Takut dengan masa depan, takut dengan diriku sendiri jika gagal. Hal yang selalu membayangiku kala bulan Agustus menjelang. Sepi rasanya, meskipun aku dikelilingi orang-orang terdekat. Karena rasanya aku seperti melalui semuanya sendirian, pun aku jarang sekali meminta bantuan mereka karena aku takut merepotkan. Hidup dalam sebuah keluarga yang besar sebagai anak tertua tentu membawa beban. Harapan orang tua, tentu agar aku menjadi contoh untuk adik-adikku dengan menjadi sukses dan mandiri, dekat dengan keluarga. Tak pernah disebutkan kepadaku, tapi begitulah adanya. Belum lagi tekanan dari lingkungan. Apa lagi soal masalah percintaan. "Umurmu sudah segini, kapan mau nikah?", kerap muncul di sela-sela pembicaraan tanpa arah. Yang ujungnya menjadi bahan guyonan untuk mereka yang sudah menikah. Akhirnya masa depan dan sekarang menjadi hal yang bertabrakan buatku. Beban pikiran tentang masa depan dan keadaan saat ini seperti tidak sejalan. Aku tidak ingin menyalahkan siapapun, tapi kemauanku serasa dipaksa menuruti kemampuanku. Tapi aku jalani saja, karena yang berlalu sudah jauh dan masa depan bukanlah sesuatu yang jelas. Aku akan hidup di saat ini untuk menjalani yang saat ini. Mencari bunga yang tumbuh di celah-celah jalan retak yang aku lewati. 
- 
        
            
                
            
        
        Catur(?)
        
        
        
        Hai, apa kabar? Beberapa minggu ini aku sedang hobi bermain catur. Hanya memulai lagi, setelah sekian lama tidak bermain. Aku bukannya yang jago banget, tapi aku berusaha. Hehe... Ini mungkin jadi permainan terbaikku :))  Lawannya (putih) menyerah. Biasanya aku main di Lichess.com, meskipun yang lebih umum bagi orang-orang di Chess.com. Karena Lichess ini open source jadi semua fitur di sini sepenuhnya gratis, termasuk fitur analisa permainannya. Jadi aku kebih suka Lichess. Itu saja dulu, aku tantang kamu nanti (kalau sudah jago), heheh... 
- 
        
            
                
            
        
        Rindu Rasa
        
        
        
        Hai, apa kabar? Sudah dua hari ini aku terjebak dalam nostalgia. Bukan pada masa-masa yang terbaik dalam hidup, melainkan saat hidup rasanya berat sekali. Yap, tahun 2020 sampai 2023. Masa itu sulit sekali rasanya. Pandemi melanda, pekerjaan bapakku terkena dampaknya. Sedangkan aku masih bekerja serabutan dan tidak bisa berbuat banyak untuk membantu. Berat sekali rasanya. Jam tidurku mulai tak beraturan. Seringkali aku terjaga hingga ayam berkokok di pagi buta, kemudian terlelap hingga matahari di atas kepala. Tapi kenapa aku terjebak dengan nostalgia pada masa itu? Banyak pemicunya, hanya saja mungkin yang paling aku rasakan, adalah karena aku tidak merasakan apa-apa saat ini. Karena kini memang keseharianku sangat membosankan. Bangun dari tidur, bekerja, tidur lagi, kemudian bangun lagi untuk bekerja. Begitu saja terus, mengulang keseharian yang sama yang tak ada habisnya. Mungkin bukan masa-nya yang aku rindukan, tapi rasa-nya. Aku rindu merasakan sesuatu, di saat semuanya terasa hampa dan tanpa arah. 
- 
        
            
                
            
        
        Sabtu Yang Sangat...
        
        
        
        Hei, Apa kabar? Minggu ini adalah minggu yang sangat wow. Bagaimana tidak, aku harus membersihkan sekitar enam atau tujuh bangkai tikus hanya dalam minggu ini. Jadi, sekitar seminggu lalu ibuku membeli racun tikus karena memang rumahku ini seakan menjadi sarang. Tikus-tikus berseliweran keluar-masuk rumahku. Tak jarang makanan yang disajikan di atas meja juga jadi korbannya. Racun tikus yang ibuku beli berupa bubuk, dibeli di toko online. Dengan tempe goreng sebagai umpan yang kemudian ditaburi racun dan ditinggal di kolong meja. Ternyata berhasil! Keesokan harinya umpan itu hilang tak bersisa. Kemudian sekitar dua atau tiga hari setelah umpan dipasang, mulai tercium bau busuk. Yang kemudian ditemukan dari empat bangkai tikus. Tiga di bawah wastafel dan satu di belakang sofa. Dan hari ini, ditemukan lagi dua bangkai tikus di atas plafon. Satu di kamarku, satu lagi di ruang tamu. Menjijikkan. Seolah memperburuk keadaan, aku juga mendapati kotoran kucing di dekat bangkai tikus di plafon ruang tamu (masih empuk). Kalau alam sedang bercanda denganku, maka ini adalah guyonan yang jelek. Tapi, mari lihat sisi baiknya. Setidaknya aku jadi bersih-bersih di hari sabtu yang malas ini. 
- 
        
            
                
            
        
        Untuk 2
        
        
        
        Hei, apa kabar? Kini aku memasuki bagian baru dari buku pertemananku. Sesuatu yang sulit untuk ditulis dan dibaca. Aku kini sendirian. Aku punya dua orang teman yang sangat dekat. Yang satu, pada dasarnya kami tumbuh bersama, "didekatkan" karena sebuah kesamaan. Sepakbola. Seorang yang chill dan sangat menyenangkan berada di sekitarnya. Satunya lagi, kami kenal sejak semasa aku SMA. Rasa ingin tahu akan banyak hal membuat kami dekat. Blakasuta dan cerdas adalah hal yang terlintas dikepalaku tentangnya. Kini kami bertiga tinggal agak berjauhan meskipun masih di kota metropolitan yang sama. Aku tidak tahu bagaimana harus memproses ini. Mungkin akan sulit untuk bertemu mereka dan sekadar nongkrong menghabiskan waktu. Hanya mereka teman yang bisa aku percayai. Aku tidak menyalahkan mereka. Kami bertiga secara usia sudah memasuki usia produktif dan punya kesibukan masing-masing, lagi pula itu adalah hal yang seharusnya kami lakukan. Tidak seharusnya orang seusia kami luntang-lantung tanpa kegiatan. Tapi tidak salah kan, kalau aku merasa kehilangan? 
- 
        
            
                
            
        
        Bunga yang Gugur
        
        
        
        Hei, apa kabar? Hari ini aku mendengar berita duka. Seorang teman meninggal dunia. Aku kenal dia dari sebuah acara festival, di mana kami menjadi salah satu dari tim penyelenggara. Kami ada di tim yang sama salam acara tersebut. Aku bukannya sangat dekat dengannya, malah sebenarnya, kami hanya berjumpa saat bermain bola saja. Tapi yang namanya berita tantang kematian selalu meninggalkan rasa kehilangan. Kepergiannya diiringi doa dari orang-orang yang dia kenal. Dia masih muda. Bahkan tidak lebih tua dariku. Ini menjadi penyadar bagiku, biarlah kematian menjadi nasihat untuk yang masih hidup. Jika aku bercermin kepada diriku, seringkali aku berharap untuk mati muda, hanya karena hidup ini terasa sulit. Tapi, apa yang aku dapat jika aku mati muda? Orang-orang mungkin akan sedih (mungkin juga tidak), tapi mereka akan melanjutkan hidup. Pun, apa aku sudah siap bertemu Sang Pencipta? Sepertinya belum. Bahkan mungkin tidak akan pernah siap. Tapi ini yang terbaik untuknya. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan. Sugeng tindak, D. Mugi suwargi langgeng kangge sampeyan 🥀 
- 
        
            
                
            
        
        Genetik Penyintas
        
        
        
        Hei, apa kabar? Apa kamu pernah berpikir kalau dirimu adalah penyintas? Ya, kita semua secara genetik adalah orang yang selamat dari kematian. Tapi jangan salah paham. Yang aku maksud "selamat dari kematian" bukanlah "kamu" yang kamu pikir. Bukan dalam hal kita secara kesadaran sebagai makhluk hidup, melainkan gen kita. Data penyusun molekul yang menjadikan diri kita hidup adalah penyintas. Bayangkan saja, genetik yang ada sejak penciptaan berhasil bertahan sampai sekarang. Kita adalah kumpulan gen yang berhasil bertahan melewati zaman. Jika ada semesta yang lain dan aku hidup di dalamnya, mungkin aku yang menulis ini bukan "aku" yang sama dengan yang hidup di sana. Banyak faktor yang mempengaruhi keberlangsungan genetik. Seleksi alam adalah salah satunya. Misalnya dalam kasus Island Dwarfism, sekelompok binatang yang bermigrasi ke suatu pulau yang kemudian terisolir, lama kelamaan akan memiliki keturunan yang tubuhnya lebih kecil, karena sumber makanan yang terbatas. Ini logika yang sangat masuk akal. Secara alami, adaptasi akan terjadi. Mereka yang tidak mampu beradaptasi tidak akan hidup untuk mewarisi genetiknya. Dalam kasus tersebut, kasarnya, untuk apa bertubuh besar kalau harus mati kelaparan? — Maka secara alami gen tubuh besar perlahan akan musnah karena tidak diwariskan. Kembali ke diri kita, secara genetik, kita adalah penyintas. Kamu (dan aku) yang ada sebagai makhluk hidup adalah bentuk sederhana dari hasil seleksi alam. Dan seleksi alam adalah sesuatu yang selalu terjadi setiap saat. Rambutmu yang lurus, warna kulit mu yang kecoklatan, atau bulu matamu yang lentik itu, mungkin suatu saat akan hilang dari muka bumi jika kamu atau keturunanmu tidak bisa mewarisinya. Kebinasaan adalah sesuatu yang tak terelakkan. Pertanyaannya: 
 Apa hidup ini sia-sia?Bukan maksudku menjadikan tulisan ini seperti materi dalam kelas biologi, pun tidak ada maksud menggurui siapapun. Aku hanya menuliskan isi kepalaku saja. Barangkali ada sesuatu yang bisa diambil dari celotehanku di atas. ... Hidup itu hal yang fana, datang dan pergi. Tapi bukan berarti hidupmu sia-sia. Mungkin gen-mu akan mati dan lenyap, tapi mungkin kebaikanmu hari ini bisa bertahan sampai jauh di masa yang akan datang. Jadi... hiduplah saja. Hiduplah untuk orang-orang yang kamu cintai. Hiduplah karena kamu benci meninggalkan mereka. "Spite is one of the greatest motivator. Live, in spite of death. Be content, because you hate being depressed." 
- 
        
            
                
            
        
        Terjaga (Lagi)
        
        
        
        Kemarin, hampir 24 jam aku terjaga karena pekerjaan. Proyek yang tidak seberapa besar, tapi banyak yang harus dikerjakan dan memakan waktu. Meski aku berusaha tetap terjaga dengan secangkir kopi, pada akhirnya tubuhku tetap meminta istirahat. Ya, bahkan sebenarnya sebelum berangkat pun tenggorokanku sudah terasa tidak enak. Tapi aku tetap berangkat, dan benar saja, besoknya, aku terkena flu. Hidung tersumbat dan bersin-bersin. Kepala pun rasanya pusing. Kini aku di rumah hanya bersantai saja seharian. Aku bahkan tidak berkegiatan di luar rumah. Hanya istirahat, makan, dan menuruti panggilan alam. Selebihnya, asyik dengan Setan Gepeng (baca: handphone) sampai lupa waktu. Semoga semuanya lebih baik besok. Karena tagihan listrik itu tak akan terbayar dengan sendirinya. ᕙ[・・]ᕗ LETS GO, BLUD! 
- 
        
            
                
            
        
        Air Kehampaan
        
        
        
        Beberapa kali aku harus pergi ke luar kota, beberapa kali juga harus mampir ke rest area. Dari tak seberapa banyak rest area yang sempat aku singgahi, ada hal yang selalu sama. Airnya. Airnya terasa aneh sekali di mulut. Tidak seperti air minum dalam kemasan. Kalau itu perbandingan yang terlalu jauh, air keran atau bak mandi di rumahku rasanya lebih enak. Seperti ada yang kurang. Aku selalu mampir di rest area pada malam hari. Selalu sama. Airnya tidak dingin dan hampa. Seperti tidak menyegarkan. Seperti ada garamnya tapi tidak asin. Dibilang manis, tidak juga. Aneh sekali. Memang tidak sepatutnya membandingkan air "yang penting ada" dan air untuk kebutuhan sehari-hari, apalagi air dalam kemasan. But damn... you could've put more effort into that. 
- 
        
            
                
            
        
        Kartu Penyelamat
        
        
        
        Hai, bagaimana kabarmu? Kemarin, sempat ada ramai-ramai masalah pendaki asal Brasil yang terjatuh ke dalam jurang di Gunung Rinjani, dan berhasil dievakuasi dalam keadaan tak bernyawa. Itu bisa kamu cari sendiri beritanya lebih lanjut. Dari sana, muncul banyak perdebatan tentang ini di X. — platform yang sangat terpecah belah — Ada yang berargumen kalau tim SAR tidak siap dan terkesan lambat. Ada juga yang beranggapan bahwa kondisi cuaca yang tidak menentu membuat penyelamatan terhambat. Bahkan ada yang menghubungkan hal ini dengan rasisme. Tidak masuk akal... Tanpa merendahkan rasa kehilangan keluarga yang ditinggalkan, aku rasa banyak hal yang menyebabkan proses penyelamatan menjadi lambat. Tentu nasi sudah menjadi bubur, dan keluarganya terpaksa (ataupun tidak) harus merelakan kepergiannya. Turut berduka. Aku hanya heran dengan orang-orang yang mengaitkan hal ini dengan masalah rasisme. Ya, memang benar, korban adalah seorang perempuan berkulit hitam. Tapi aku tidak melihat cuitan orang Brasil yang mengaitkan hal ini dengan masalah warna kulit. Justru yang membuat panas adalah orang kulit hitam asal AS. Bruh... sampai kapan orang-orang ini mau mengaitkan segala sesuatu dengan warna kulit. Di Indonesia, sepengalamanku, tidak pernah aku menjumpai seseorang dirampas kemerdekaan dirinya karena dia berkulit gelap. Dan aku tidak menyangkal kalau prejudis itu ada. Tapi percayalah, aku punya teman dari timur saat masih SD, dan tidak ada yang salah dengan dia. Kami semua berteman seperti biasa selagi dia tidak bermasalah. Mereka tidak tau saja kalau di sini rakyat biasa dan kalangan bawah diperlakukan seperti keset. Warna kulit apapun tidak membuat seseorang menjadi spesial. Selagi kamu ada di bawah, suatu saat kamu akan diinjak. Kenyataan yang pahit memang.... Silence is golden. 
- 
        
            
                
            
        
        Bukan Segalanya Kalau "Segalanya" Sudah Terpenuhi
        
        
        
        Beberapa hal yang sering dikatakan orang terkadang sedikit tidak logis. Misal, beberapa orang yang kebutuhan finansialnya lebih dari cukup akan bilang kalau uang itu bukan segalanya. Karena yang mereka kejar bukan lagi uang semata. Ya, benar. uang memang bukan segalanya. Tapi bagi mereka yang lebih membutuhkan uang, uang adalah segalanya. Ketika uang diperlukan untuk memenuhi semua kebutuhan, maka uang adalah segalanya. Saat yang aku butuhkan adalah teman, maka teman menjadi segalanya yang aku butuhkan. Hati kecil kita selalu meminta untuk kebutuhan kita terpenuhi. Di sini aku bisa menyimpulkan bahwa "segalanya" adalah sesuatu yang dibutuhkan orang tersebut. Yang aku butuhkan dan kamu butuhkan mungkin sangat jauh berbeda. Tapi pada dasarnya sama. Manusia akan menghamba untuk dan pada yang ia butuhkan. 
- 
        
            
                
            
        
        Tentang Bear Blog Ini
        
        
        
        Blog ini sempat terbengkalai selama dua tahun. ya, dua tahun. Dalam kurun waktu tersebut, aku sempat berpindah-pindah ke banyak platform blog, dengan berbagai alasan. Misalnya, aku pindah ke Tumblr karena konsepnya secara visual dan tematik aku sangat suka. Berbentuk blog dengan fitur media sosial. Aku bisa posting dalam banyak format. Di sana rasanya seperti sedang berkumpul dengan sebuah komunitas. Tapi apakah aku (dan kamu) ingin terus bersama komunitasmu itu layaknya tinggal serumah? Tentu tidak. Maka dari itu aku sesekali mampir ke sana untuk sekadar melihat-lihat. Mungkin platform Tumblr ini salah satu yang tidak akan aku tinggalkan. Karena sudah terlanjur sayang. Hehe... Kemudian Blogger. Kalau ini justru lebih sayang lagi, karena aku buat akun Blogger sudah sejak SMP meski tidak pernah benar-benar aktif di sana. Sempat terpikir menulis di Blogger karena itu produk Google dan mengincar AdSense. Nyatanya itu justru tidak membuat aku menulis secara konsisten. Kemudian ada Neocities. Ini sebenarnya lebih sebagai static site generator macam Hugo, atau Jekyll. Kelebihannya, platform ini sangat fleksibel. Hanya saja jika fokusku menulis blog, aku rasa Neocities terlalu rumit. Karena dalam membuat postingan/halaman baru pada dasarnya menggunakan HTML. Kurang cocok saja bagiku. Lebih cocok untuk art project atau menjadi tempat nostalgia web 1.0. Kembali ke Bear Blog, karena aku rupanya hanya ingin wadah untuk menyampaikan pikiran. Tanpa harus memikirkan SEO, AdSense, jangkauan pembaca, dll.. Aku hanya mau menulis. Menuangkan pikiran yang ada tanpa harus memikirkan ini dan itu. Apa kamu juga begitu? 
- 
        
            
                
            
        
        Tak Mau Lagi Kembang Api
        
        
        
        Sekian lama hidup, sedikit banyak aku belajar. Pertemanan datang silih berganti. Orang-orang dekat yang mulai jauh, dan sebaliknya. Di dunia yang sementara ini segala hal juga rasanya hanya sementara. Kemudian aku lulus sekolah. Teman-temanku di masa SMA mulai memilih jalan hidupnya masing-masing. Omongan "Nanti kita jangan jauh ya, setelah lulus." rasanya seperti obat pahit. Hanya cukup sekali dirasakan, bila perlu. Karena yang aku alami justru sebaliknya. Mereka yang hanya berteman biasa denganku saat SMA, malah rasanya lebih dekat. Meski hanya lewat media sosial. Untuk masalah percintaan, jangan tanya aku. Aku belum pernah berpacaran. Menyatakan rasa suka, ya... tentu pernah. Tapi penolakan terasa seperti awan tipis. Tidak seberapa menyakitkan, tapi selalu ada. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk tidak akan menyatakan perasaanku kepada perempuan manapun. Perempuan yang aku tuju akan tau ketika semuanya siap. Sekian lama hidup, aku akhirnya mengerti. Yang aku mau bukan letupan kembang api yang bersinar terang dan bising kemudian sunyi dalam sekejap. Aku hanya mau nyala lilin yang bersinar dengan tenang. 
 Artikan paragraf terakhir semaumu.QOTD: "A planet is the cradle of mind, but one cannot live in a cradle forever" — Konstantin Tsiolkovsky 
- 
        
            
                
            
        
        Rahasia Umum
        
        
        
        Aku datang ke pelayanan SIM keliling hari ini, karena akhir bulan ini SIM-ku sudah habis masanya. Sungguh malas rasanya. Kenapa harus diperpanjang? Jawaban yang baik mungkin untuk memastikan bahwa pengendara tetap dalam kondisi psikologis yang baik. Karena saat proses perpanjangan SIM perlu mengisi serangkaian kuisioner — meskipun aku yakin itu hanya formalitas saja. — Jawaban buruknya, tentu untuk mengisi kantong saku para pejabat. Karena memang dalam prosesnya memang agak ribet (Atau mungkin dibuat demikian?). Jadi pada prakteknya, kerap muncul tawaran "kemudahan" didalamnya Mari akui saja, di negara ini mayoritas proses administrasi akan lebih mudah dengan uang pelicin. Pun demikian dengan proses perpanjangan SIM. "Biayanya Rpxxx.xxx, tapi bisa langsung diproses tanpa mengisi berkas-berkas dengan biaya tambahan seikhlasnya." — kalimat yang sering masuk ke telinga tiap kali berurusan dengan aparatur negara. Bagi yang punya kesibukan memang tawaran tersebut sangat menggiurkan. Meskipun pada dasarnya memang tidakan penyogokan. Untuk sebaiknya pilih yang mana, aku tidak akan berkomentar. Itu hak masing-masing untuk memilih. Tapi memang ketika kita berusaha untuk "lurus saja", selalu ada godaan datang dari segala arah. Apa lagi kita hidup di negara ini. Bahkan untuk sekadar tambahan anti gores di SIM supaya tulisan yang tertera tidak luntur saja ada biayanya — yang cukup untuk beli mie ayam (ノT_T)ノ ^┻━┻ Menyebalkan memang... 
- 
        
            
                
            
        
        Sial Tidak Kenal Tanggal
        
        
        
        Ya, sial memang. Baru saja tenang karena uang hasil lemburanku tenyata lumayan banyak, tiba-tiba ada pengeluaran mendadak yang cukup banyak. Cukup untuk uang jajanku beberapa minggu. Sedih hati ini, wak. Sebetulnya sudah biasa dengan hal seperti itu, tapi rasanya tetap menyesakkan. Hidup itu cobaan — kata orang-orang — tapi aku gak mau mencoba semuanya. Hahhh... (┛ಸ_ಸ)┛彡┻━┻ Aku sudah berusaha untuk berhati-hati dalam segala hal. Tapi cobaan datang dari orang lain. Bruhh... rasanya seperti dibohongi. Lalu bagaimana caranya supaya terhindar dari kesialan? 
- 
        
            
                
            
        
        Oh, Hujan
        
        
        
        Hujan itu berkah, memang benar adanya. Kehidupan bergantung pada air untuk bisa bertahan dan tumbuh. Tapi terkadang bisa jadi menghambat. Apa lagi jika berhubungan dengan pekerjaan di luar ruangan. Mungkin ini pertanda untuk santai sedikit dalam hal apapun itu, hehe... 
- 
        
            
                
            
        
        Area Kelabu
        
        
        
        Aku pernah melihat sebuah skenario yang nyata. Dimana seseorang ditantang untuk melawan seseorang yang lebih tua, karena melawan seorang yang lebih muda itu pengecut. Misal A, B, dan C berumur berbeda. A lebih muda dari B, B lebih mudah dari C. A berselisih dengan B, kemudian C ikut campur dengan mengatakan "kalau kamu berani, jangan lawan anak kecil. Lawan saya, yang lebih tua!" Ada dua hal di sini. (1) Jika kita diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Maka tidak seharusnya B melawan C, dan juga seharusnya C tidak boleh menantang B. (2) Jika C mengatakan hal tersebut di atas, maka dia sudah menyalahi omongannya sendiri. Kalimat di atas memang tidak masuk akal kalau dipikirkan kembali. Entahlah... Unrelatable quotes for the day:"It does not do to dwell on dreams and forget to live." - Albus Dumbledore 
- 
        
            
                
            
        
        Selalu Saja
        
        
        
        Terkadang, aku sangat impulsif(?). Dan aku manyadari hal itu. Aku bisa saja sangat bersemangat akan suatu hal, dan yakin hal itu akan menjadi kebiasaan baik untukku. Namun setelah dua atau tiga hari, semangat itu hilang begitu saja. Menulis novel adalah salah satu yang sangat ingin aku lakukan. Dan aku sudah mencoba. Hanya saja, ketertarikan itu selalu hilang setelah beberapa saat. Entah apakah itu masalah konsistensi, atau memang aku yang terlalu mudah berubah. Menulis memang bukan hobiku. Tapi aku selalu ingin punya sesuatu yang bisa dibanggakan dari menulis. Dan aku selalu tertarik degan buku, terutama sastra. Hanya saja (biasanya) harus ada sesuatu yang memancing diriku untuk mulai membaca atau menulis. Dan itu bisa apa saja. Bisa saja film yang baru selesai aku tonton, atau buku dengan sampul yang menarik. Tapi yang paling mudah membuatku mulai membaca atau menulis adalah buku. Sendirian di antara tumpukan buku-buku di rak-rak besar seolah menjadi umpan untukku. Di situ, aku merasa tenang dan tak ada gangguan. Mungkin benar kata orang-orang. Aku harus mengorbankan waktu dan tenaga untuk hal-hal yang aku anggap penting. Mungkin saja menulis bukanlah hal yang teramat penting bagiku saat ini sehingga aku sulit untuk memulai? Entahlah... aku akan mencobanya lagi. Unrelatable quote for the day:"To learn is to die voluntarily and be born again, in great ways and small." - Jordan Peterson 
- 
        
            
                
            
        
        Dunia Gila
        
        
        
        Sudah beberapa tahun ini, setiap bulan juni, selalu ada keributan mengenai Pride Month. Dan harus aku akui, aku sangat menikmatinya. Menjadi penonton sebuah pertikaian itu menyenangkan. Aku juga sering membuat shitpost tentang hal itu di media sosial. Bayangkan saja bagaimana orang bisa menerima sesuatu yang berbelok dari kodrat manusia. Sejujurnya, aku bisa menerima jika seseorang menyatakan dirinya sebagai L/G/B. Tidak masalah. Tapi apa aku setuju dengan gagasan mereka? Tidak. Fenomena yang terjadi hampir di setiap bulan juni adalah, mereka menunjukkan diri mereka pada dunia. Itu masih bisa aku terima, tapi tetap dengan shitpost. hahaha... Kemudian ketika ada yang tidak setuju dengan mereka, mereka merasa tidak diberi kebebasan. Berteriak "Dasar kolot! Tidak bisa menerima perbedaan." Padahal itu mereka lakukan sendiri. Ya... memang hidup ini gila. Dan mungkin akan semakin gila nantinya. Unrelatable quote for the day:"Men mock the gods until they need them, Kaz." - Inej Ghafa