Genetik Penyintas
Hei, apa kabar?
Apa kamu pernah berpikir kalau dirimu adalah penyintas? Ya, kita semua secara genetik adalah orang yang selamat dari kematian. Tapi jangan salah paham. Yang aku maksud "selamat dari kematian" bukanlah "kamu" yang kamu pikir. Bukan dalam hal kita secara kesadaran sebagai makhluk hidup, melainkan gen kita. Data penyusun molekul yang menjadikan diri kita hidup adalah penyintas.
Bayangkan saja, genetik yang ada sejak penciptaan berhasil bertahan sampai sekarang. Kita adalah kumpulan gen yang berhasil bertahan melewati zaman. Jika ada semesta yang lain dan aku hidup di dalamnya, mungkin aku yang menulis ini bukan "aku" yang sama dengan yang hidup di sana.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberlangsungan genetik. Seleksi alam adalah salah satunya. Misalnya dalam kasus Island Dwarfism, sekelompok binatang yang bermigrasi ke suatu pulau yang kemudian terisolir, lama kelamaan akan memiliki keturunan yang tubuhnya lebih kecil, karena sumber makanan yang terbatas. Ini logika yang sangat masuk akal. Secara alami, adaptasi akan terjadi. Mereka yang tidak mampu beradaptasi tidak akan hidup untuk mewarisi genetiknya. Dalam kasus tersebut, kasarnya, untuk apa bertubuh besar kalau harus mati kelaparan? — Maka secara alami gen tubuh besar perlahan akan musnah karena tidak diwariskan.
Kembali ke diri kita, secara genetik, kita adalah penyintas. Kamu (dan aku) yang ada sebagai makhluk hidup adalah bentuk sederhana dari hasil seleksi alam.
Dan seleksi alam adalah sesuatu yang selalu terjadi setiap saat. Rambutmu yang lurus, warna kulit mu yang kecoklatan, atau bulu matamu yang lentik itu, mungkin suatu saat akan hilang dari muka bumi jika kamu atau keturunanmu tidak bisa mewarisinya. Kebinasaan adalah sesuatu yang tak terelakkan.
Pertanyaannya:
Apa hidup ini sia-sia?
Bukan maksudku menjadikan tulisan ini seperti materi dalam kelas biologi, pun tidak ada maksud menggurui siapapun. Aku hanya menuliskan isi kepalaku saja. Barangkali ada sesuatu yang bisa diambil dari celotehanku di atas.
...
Hidup itu hal yang fana, datang dan pergi. Tapi bukan berarti hidupmu sia-sia. Mungkin gen-mu akan mati dan lenyap, tapi mungkin kebaikanmu hari ini bisa bertahan sampai jauh di masa yang akan datang.
Jadi... hiduplah saja. Hiduplah untuk orang-orang yang kamu cintai. Hiduplah karena kamu benci meninggalkan mereka.
"Spite is one of the greatest motivator. Live, in spite of death. Be content, because you hate being depressed."