Tak Mau Lagi Kembang Api
Sekian lama hidup, sedikit banyak aku belajar. Pertemanan datang silih berganti. Orang-orang dekat yang mulai jauh, dan sebaliknya. Di dunia yang sementara ini segala hal juga rasanya hanya sementara.
Kemudian aku lulus sekolah. Teman-temanku di masa SMA mulai memilih jalan hidupnya masing-masing. Omongan "Nanti kita jangan jauh ya, setelah lulus." rasanya seperti obat pahit. Hanya cukup sekali dirasakan, bila perlu. Karena yang aku alami justru sebaliknya. Mereka yang hanya berteman biasa denganku saat SMA, malah rasanya lebih dekat. Meski hanya lewat media sosial.
Untuk masalah percintaan, jangan tanya aku. Aku belum pernah berpacaran. Menyatakan rasa suka, ya... tentu pernah. Tapi penolakan terasa seperti awan tipis. Tidak seberapa menyakitkan, tapi selalu ada. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk tidak akan menyatakan perasaanku kepada perempuan manapun. Perempuan yang aku tuju akan tau ketika semuanya siap.
Sekian lama hidup, aku akhirnya mengerti. Yang aku mau bukan letupan kembang api yang bersinar terang dan bising kemudian sunyi dalam sekejap. Aku hanya mau nyala lilin yang bersinar dengan tenang.
Artikan paragraf terakhir semaumu.
QOTD:
"A planet is the cradle of mind, but one cannot live in a cradle forever" — Konstantin Tsiolkovsky